POSAKTUAL.COM - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat memutuskan untuk memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, dan Ahmad Yahya.
Keputusan itu sehubungan dengan desakan yang kuat dari para kader Partai Demokrat, yang disampaikan oleh para Ketua DPD dan Ketua DPC untuk memecat para pelaku “kudeta” atau Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) secara inkonstitusional.
Keputusan pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada enam orang anggota Partai Demokrat ini, juga sesuai dengan keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat, yang telah melakukan rapat dan sidangnya selama beberapa kali dalam sebulan terakhir ini.
Demikian disampaikan Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan tertulis, Jumat malam (26/2).
Selain keenam orang itu, DPP Partai Demokrat juga memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat kepada Marzuki Alie karena terbukti melakukan pelanggaran etika Partai Demokrat, sebagaimana rekomendasi Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat.
Marzuki Alie terbukti bersalah melakukan tingkah laku buruk dengan tindakan dan ucapannya yakni menyatakan secara terbuka di media massa dengan maksud agar diketahui publik secara luas tentang kebencian dan permusuhan kepada Partai Demokrat, terkait organisasi, kepemimpinan dan kepengurusan yang sah. Tindakan yang bersangkutan telah mengganggu kehormatan dan integritas, serta kewibawaan Partai Demokrat.
Pernyataan dan perbuatan Marzuki Alie merupakan fakta yang terang benderang berdasarkan laporan kesaksian dan bukti-bukti serta data dan fakta yang ada.
Oleh karena itu, menurut Dewan Kehormatan Partai Demokrat, yang bersangkutan tidak perlu dipanggil untuk didengar keterangannya lagi, atau diperiksa secara khusus, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (4) Kode Etik Partai Demokrat,” ujar Herzaky.
Soal GPK-PD, jelas Herzaky, meskipun Dewan Kehormatan Partai Demokrat memutuskan demikian, Majelis Tinggi Partai Demokrat telah berupaya untuk melakukan komunikasi dengan salah satu aktor utama GPK-PD, yaitu Jhoni Allen Marbun.
Jhoni Allen Marbun saat ini masih menjabat sebagai anggota DPR RI. Legilastor Partai Demokrat dari daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara II ini tercatatat sebagai annggota dewan tiga periode.
Tetapi tuntutan yang bersangkutan tidak masuk akal; bukan konsolidasi internal, melainkan memasukkan aktor eksternal melalui KLB inkonstitusional, dan “menjual” Partai Demokrat kepada aktor eksternal itu, sebagai kendaraan dalam pencapresannya di Pemilu 2024.
“Padahal, dari berbagai indikator, tokoh eksternal yang dimaksud tersebut, tidak bisa dikatakan sebagai seseorang yang memiliki kepantasan,” terang Herzaky.
Sementara tren elektabilitas Partai Demokrat di bawah kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres V PD 2020 saat ini terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Fakta lain, kepengurusan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah melakukan banyak hal, baik dalam konteks pembinaan organisasi, penguatan jaringan konstituen, maupun program pengabdian masyarakat di masa pandemi Covid-19, dengan hasil yang optimal, meski usia kepengurusannya belum genap satu tahun.
Jadi menurut Herzaky, tudingan-tudingan para pelaku GPK-PD tentang kekecewaan terkait Pilkada 2020, jelas tidak relevan. Faktanya, hasil Pilkada serentak 2020, Partai Demokrat jauh melampaui target kemenangan, yakni hampir 50 persen.
“Hasil ini adalah capaian tertinggi kemenangan pilkada selama 5 tahun terakhir. Demikian juga jumlah kader Partai Demokrat yang berhasil memenangkan pilkada, mengalami peningkatan,” demikian Herzaky Mahendra Putra.
Siapa aktor eksternal? Sejak awal Partai Demokrat menyebut nama Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, meski selalu dibantah.
Sumber: rmol.id