POSAKTUAL.COM - Pengamat politik Karyono Wibowo berpendapat, perubahan dan penetapan AD/ART Demokrat 2020 jika terbukti benar dibuat di luar mekanisme forum kongres bisa dianggap cacat prosedur dan substansi, maka rawan untuk digugat.
Hal itu dikatakan Karyono Wibowo sebagai respon dari pernyataan Sekjen Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara Jhoni Allen Marbun yang menuding bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah memanipulasi mukadimah AD/ART Partai Demokrat 2020.
Selain itu, salah satu pendiri Partai Demokrat Ilal Ferhard menyatakan bahwa AD/ART Partai Demokrat hasil kongres 2020 tidak diakui, sebab AD/ART tersebut dibuat di luar kongres.
“Artinya kalau informasi itu benar, kalau itu bisa dibuktikan maka ya itu bisa cacat prosedur dan cacat subtansi, maka itu rawan untuk digugat,” kata Karyono melalui keterangan pers, Rabu (17/03/2021).
“Nah ini itu kelemahan bagi kubu AHY itu bisa menjadi dasar pertimbangan bagi Kemkumham atau pun pengadilan,” sambung Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) ini.
Karyono berpandangan, hal itu bisa menjadi celah bagi kubu Moeldoko untuk menggugat kepengurusan Demokrat dibawah kepemimpinan AHY karena dinilai bertentangan dengan UU No 2 tahun 2011 tentang partai politik.
“Dan hal itu bisa menjadi kelemahan bagi kubu AHY, tapi ini tentu sajakan karena ada SK Kumham yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada kubu AHY sudah dibuat, sudah mendapatkan SK, oleh karena itu SK itu juga harus digugat, artinya kemungkinan pengadilan membatalkan kepengurusan AHY cukup besar,” ungkapnya.
Karyono menambahkan, melihat AD/ART Demokrat 2020 dari pasal yang mengatur kewenangan Majelis Tinggi partai yang dijabat SBY, terlihat sekali ada upaya sistematis, terstuktur untuk melanggengkan kekuasaan dinasti kubu Cikeas. Dalam AD/ART itu dibuatkan skenario untuk menutup ruang bagi kelompok yang tidak puas terhadap kepemimpinan AHY untuk melaksanakan KLB.
“Karena apa, untuk menyelenggarakan KLB kan harus mendapatkan persetujuan atau usulan dari Majelis Tinggi nah sementera ketua Majelis Tingginya kan Pak SBY,” bebernya.
Lanjut Karyono, dalam AD/ART juga disebutkan pasal untuk melakukan KLB mensyaratkan ada usulan dari 2/3 DPD, dan 50% DPC, namun dikunci harus berdasarkan persetujuan dari Majelis Tinggi, dengan begitu, kata Karyono semangat demokrasi di Partai Demokrat menjadi mati.
“Nah itukan terlihat sekali bahwa ada upaya secara sistematis untuk mengamankan AHY sebagai ketua umum, jadi ya mau demokratis tidak jadi demokratis, padahal kan yang memiliki suara kan DPD dan DPC,” jelas Karyono.
Selain itu, menurut Karyono yang menjadi janggal adalah dalam susunan Majelis Tinggi, AHY selaku Ketua Umum Partai juga merangkap sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi, disusul Andi Mallarangeng menjadi sekretaris majelis tinggi dan beberapa orang lain yang dikenal sebagai loyalis SBY.
“Masa misalnya AHY sebagai ketua umum, masa dia juga sebagai Majelis Tinggi itu kan menjadi lucu, jadi AD/ART Demokrat 2020 itu terkait dengan yang mengatur kewenangan Majelis tinggi ya itu tidak demokratis, mematikan demokrasi di tubuh Demokrat,” tandasnya.[pojoksatu]