Teka-teki Saham Para Pejabat Pajak Pakai Nama Istri

 

POSAKTUAL.COM - Urusan harta tak sesuai profil mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo merembet ke mana-mana. Salah satunya ialah temuan KPK soal banyaknya pegawai Ditjen Pajak memiliki saham dengan nama istri.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut ada 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Seusai pertemuan di Kemenpan RB pada Jumat (10/3/2023) lalu, Pahala menyebut saham yang dimiliki pegawai pajak itu mayoritas menggunakan nama istri.

"Ini bukan berarti yang 134 salah, bukan. Tapi dalam surat saya sebutkan tolong ditindaklanjuti, ditindaklanjuti kenapa mereka punya perusahaan ini. Kan umumnya atas nama istrinya. Kenapa mereka punya perusahaan, perusahaan apa itu, ada kaitannya tidak dengan jabatan mereka," kata Pahala.
 
Pahala tak menjelaskan siapa saja pegawai Pajak yang punya saham atas nama istri itu. Dia mengatakan KPK telah mengirim surat ke Kemenkeu untuk mendalami persoalan tersebut.

"Kita sampaikan hari ini dengan surat, surat saya ke Pak Irjen (Kemenkeu) 134 nama pegawai Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup," ujar Pahala.

Pahala menegaskan tak ada salahnya jika seorang ASN memiliki saham. Namun, dia mengatakan ada potensi konflik kepentingan jika pegawai Ditjen Pajak punya saham bergerak di sektor konsultan pajak.

"Buat kami yang berisiko, bukan salah, yang berisiko kalau perusahaan itu konsultan pajak atau konsultan, bukan berarti yang lain nggak berisiko, berisiko juga tapi ini yang paling tinggi risikonya," ujar Pahala.

Perusahaan konsultan yang sahamnya juga dimiliki pegawai Pajak dapat menimbulkan potensi perbuatan korupsi. Pegawai Pajak, kata Pahala, dengan wewenangnya bisa menerima sesuatu yang di luar ketentuan.

"Kira-kira jalannya begini, apa sih risiko dari pegawai Pajak? Dia berhubungan dengan wajib pajak dan risiko korupsinya, dia menerima sesuatu dengan wewenangnya. Kan dia punya wewenang dan jabatan. Kenapa kita bilang berisiko konsultan pajak, karena dengan wewenangnya dia bisa menerima sesuatu dengan wewenang dan jabatannya," ujar Pahala.

Transaksi ini, kata Pahala, tidak akan masuk dalam pelaporan LHKPN sang pegawai Pajak. Transaksi itu akan masuk dalam data perusahaan.
 
"Nah itu yang kita pandang sebagai risiko dengan kepemilikan ini, terbuka opsi untuk katakanlah kalau ada oknum yang nakal menyalahgunakan wewenang dan jabatannya untuk menerima sesuatu dari wajib pajak. Ada opsi yang lebih aman ketimbang nerima langsung," tutur Pahala.

"Kalau ditransfer ke bank, dia akan kelihatan di LHKPN-nya tapi kalau dia lewat perusahaan, nggak ada di LHKPN dan KPK tidak boleh membuka PT ini. Nggak ada wewenang kita buka PT kecuali sudah di penindakan," tambahnya.

Modus Pegawai Pajak Sembunyikan Aset

KPK juga mengungkap pola penyelenggara negara dalam menyiasati pelaporan aset kekayaannya. Salah satunya menggunakan nominee atau nama orang lain dalam pembelian aset.

"Kalau yang disebut ini nominee untuk mencucinya, tapi kita bilang ya secara generic memang ini pola-pola yang selalu dipakai. Jadi membeli harta pakai nama orang lain, menerima dengan tunai dari orang lain, bukan dari yang kira-kira terkait," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan, Senin (6/3).

"Kalau misalnya saya orang pajak dengan wajib pajak, itu kalau saya nerima dari wajib pajak kelihatan langsung ada hubungannya, jadi gratifikasi atau suapnya jelas kan. Tapi dia pakai orang lain, ini yang kita sebut nominee untuk penerimaan," sambungnya.

Pola berikutnya, kata Pahala, berkaitan dengan penggunaan perusahaan. Pahala mengatakan pola ini juga kerap dilakukan karena transaksi perusahaan tidak dilaporkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Terkait dengan beneficial ownership, memakai perusahaan. Jadi saya punya saham di perusahaan, transaksi perusahaan itu kan tidak dilaporkan di LHKPN," ujar Pahala.
 
Temuan Transaksi Rp 300 Triliun Pegawai Kemenkeu

Temuan transaksi Rp 300 triliun di kalangan pegawai Kementerian Keuangan juga mencuat. PPATK juga mengaku telah melaporkan temuan itu ke Kementerian Keuangan.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan sejumlah data yang dikirim pihaknya ke Sri Mulyani merupakan hasil rekap dari ratusan laporan sejak 2009 hingga 2023. Dia menyebut nilai detail mutasi rekening serta dana tindak pidana ada di dokumen individual.

"Yang dipegang Ibu Menkeu terakhir adalah rekap dari beberapa ratus laporan yang pernah kami kirimkan kepada Kemenkeu sepanjang 2009-2023," kata Ivan saat dihubungi detikcom, Jumat (10/3).

"Nilai detail mengenai mutasi rekening serta dana yabg terkait tindak pidana ada pada dokumen individual nya," ujarnya.

Ivan menuturkan semua data itu juga sudah disampaikan ke Sri Mulyani. "Kami sudah sampaikan ke Ibu Menkeu," ujarnya.[detik]

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam | Ikuti Kami di Facebook: Berita Indonesia | Flow Twitter Kami: @kontenislam_com | Folow Threads: https://www.threads.net/@kontenislam

Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam