POSAKTUAL.COM - Aksi Cristiano Ronaldo yang menggeser botol Coca-cola saat konferensi pers Euro 2020 beberapa waktu lalu harus membuat perusahaan minuman soda itu menderita rugi yang cukup besar.
Semua itu bermula ketika dia menjadi narasumber dalam wawancara jelang pertandingan Portugal melawan Hungaria. Sebelum wawancara dimulai dia menggeser dua botol Coca-Cola yang ada di depannya dan menegaskan bahwa dia hanya minum air putih.
Ternyata hal itu berdampak pada pergerakan saham Coca-Cola yang langsung anjlok. Bahkan menurut pemberitaan, perusahaan mengalami kerugian hingga US$ 4 miliar atau sekitar Rp 57,6 triliun (kurs Rp 14.400) dari penurunan harga saham tersebut.
Bagaimana bisa hanya karena aksi Ronaldo geser botol bisa membuat saham Coca-Cola merosot?
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada menilai apa yang menimpa saham Coca-Cola tersebut sebenarnya perlu ditelusuri lebih jauh, apakah benar Ronaldo penyebabnya. Meskipun, memang waktu penurunan harga saham Coca-Cola tepat setelah itu terjadi.
"Entah itu kebetulan atau memang benar turun. Tapi kalau dilihat sekilas memang kondisinya berbarengan. Ketika ada kejadian Ronaldo geser botol coca-cola kemudian bersamaan harga sahamnya turun," tuturnya saat dihubungi detikcom, Minggu (20/3/2021).
Di pasar modal, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pelaku pasar menentukan aksi jual atau beli terhadap suatu saham yang dipengaruhi oleh sebuah sentimen. Nah sentimen ini bermacam-macam bentuknya yang akhirnya diserap oleh pelaku pasar yang membuat persepsi sendiri.
"Di pasar itu yang paling banyak terjadi ya berdasarkan berita, sentimen dan persepsi. Persepsi itulah yang menggerakkan pasar. Sementara hal-hal yang terkait fundamental itu kan lebih terkait konfirmasi," terangnya.
Jika melihat kondisi saat ini, pelaku pasar memang cenderung mengandalkan instingnya, padahal persepsilah yang bermain. Dalam kasus Ronaldo, persepsi pelaku pasar adalah aksi Ronaldo akan mempengaruhi penggemarnya di seluruh dunia untuk tidak mengkonsumsi Coca-Cola. Sehingga diperkirakan penjualan akan turun ke depannya.
Sentimen yang membentuk persepsi itu tentu kemungkinan besar bisa salah ataupun benar. Nah setelah itu barulah pelaku pasar mencari konfirmasi, bisa dengan menunggu keluarnya laporan keuangan atau dari berita-berita di media tentang penjualan perusahaan. Di saat itulah informasi fundamental perusahaan akan menentukan apakah keputusan pelaku pasar itu benar atau salah.
"Tapi kalau terkait Coca-Cola saya tidak melihatnya seperti itu. Kemungkinan harga saham turun karena ekspektasi penjualanya akan turun, karena Coca-Cola ini kan minuman non kesehatan, sementara ke depan oran-orang mulai banyak yang sadar terhadap kesehatannya," tutup Reza.[detik]