POSAKTUAL.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 5,01% secara year on year atau dibandingkan kuartal I-2021. Pertumbuhan ini ditopang pulihnya sejumlah aktivitas ekonomi pasca-pandemi Covid-19.
Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira mengingatkan untuk tidak terlena. Pasalnya, tantangan ekonomi ke depan jauh lebih berat.
"Tantangan ekonomi ke depan jauh lebih kompleks dan berisiko hambat pemulihan ekonomi," katanya kepada detikcom, Senin (9/5/2022).
Bhima menjelaskan harga komoditas yang naik berdampak ke surplus neraca dagang sehingga mempengaruhi pencapaian pada kuartal I-2022. Namun jika tidak diantisipasi, harga komoditas yang naik akan berimbas ke inflasi pangan maupun energi.
"Kenaikan suku bunga secara global akan dorong perbankan sesuaikan bunga pinjaman. Cost of fund yang naik akan tekan modal kerja pengusaha maupun pinjaman konsumsi," tambah Bhima.
Konflik di Ukraina yang berkepanjangan disertai lockdown di China mengganggu rantai pasok beberapa kebutuhan impor industri Indonesia.
"Belum tentu pertumbuhan 5% akan berjalan terus pada kuartal berikutnya. Yang lebih penting sebenarnya kualitas pertumbuhan harus dioptimalkan yakni daya ungkit ekonomi terhadap serapan kerja," katanya.
Tidak jauh berbeda, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan ekspor akan menurun mengingat situasi perang di Ukraina. Belum lagi CPO yang dilarang ekspor.
"Terutama untuk CPO, kita sudah mem-banned. Otomatis 15% dari non-migas itu akan berkurang," katanya.
Lalu, akan menghadapi proses perlambatan karena suku bunga The Fed naik yang berdampak ke dalam negeri. Kenaikan harga komoditas juga bisa menekan daya beli masyarakat.
"Ya, mungkin implikasi dari tiga itu pertumbuhan ekonomi kita akan tumbuh di atas 5,5% saya kira berat. Maksimal 5% lebih sedikit," pungkasnya.[detik]